Ya, siapa sih yang tidak tahu brand Canon yang sudah dikenal tentunya bukan hanya mesin fotocopy dan printer, tetapi juga bermain di kamera sejak film dan digital. Dimulai sejak jaman perpindahan fotografi dari film ke digital yang mulai booming di indonesia sejak sekitar tahun 2005 waktu itu pertama kalinya canon mengeluarkan seri original 5D dan yang dilanjutkan oleh penerusnya 5D mark ii tahun 2008 yang menjadi groundbreaking karena memiliki fitur video. Pada tahun 2008, perekaman video dengan kualitas 1080P saat itu sudah sangat bagus dan menjadi barang yang cukup mewah, termasuk TV digital yg mulai memiliki kulitas full HD pun mulai banyak dicari. Bila disandingkan dengan saat ini mungkin sama eksklusifnya dengan perekaman 4K atau 8K. Bahkan pada saat itu kamera 5D ii ini sering dipakai untuk menjadi B-cam dalam pengambilan video hollywood untuk mengambil gambar di lokasi yang sempit. Pada saat itu kamera canon 5D mark ii memungkinkan fotografer untuk bisa mengambil video juga dengan Full Frame yang memiliki bokeh yang bagus dengan kualitas high ISO yang cukup bagus juga.. Di jaman itu canon mulai merajai dunia perfotografian karena memiliki fitur video ini, sehingga videografer level prosumer pun bisa merekam video dengan kualitas yang tidak kalah dengan kualitas camera cinema dijamannya. Lompat ke tahun2 berikutnya di tahun 2010 hingga 2014 an. Trend kamera hybrid ini mulai bermunculan. Manufaktur kamera mulai membuat kamera SLR dan juga mirrorless dengan fitur video yang juga disematkan. Ditambah pada tahun2 sekian, trend vlog dan video youtube mulai naik daun juga, jadi para fotografer dan videografer mulai bermain di ranah ini menciptakan sebuah market baru, yaitu kebutuhan mereka akan video bukan hanya tentang fotografi. Munculah kompetitor dari canon, yang saat itu hanya bersaing dengan Nikon saja, yaitu Panasonic dan Sony. Panasonic mengeluarkan seri lumix GH dan sony meluncurkan seri sony A7 dan seri A6000 nya. Di jaman itu brand sony dan lumix sudah menyadari kalau market mulai bergeser kebutuhan mereka bukan hanyak fotografi tapi juga video di kelas konsumer dan prosumer sehingga mereka fokus ke development kamera mirrorless yang notabene lebih superior untuk video dibandingkan kamera DSLR. Hal ini disebabkan karena dengan kamera mirrorless, mereka bisa menyematkan focusing screen, dan beberapa fitur lain lagi langsung didepan sensor kamera. Sedangkan pada kamera DSLR, focusing screen diletakkan di bagian bawah atau atas dari mirror sehingga, sensor kamera tidak bisa langsung membaca signal yang masuk, sehingga pada kamera DSLR, biasanya fitur videonya tidak bagus seperti tidak memiliki autofocus yang reliable, tidak memiliki fitur zebra, color peak, dll. Pada tahun 2014 an Canon yang tadinya merajai kamera di kerlas prosumer, mulai ketinggalan dengan kompetitornya. Di saat ini, mulai banyak fotografer dan videografer baru yang melihat kalau camera canon kurang bisa memenuhi kebutuhan mereka, terutama di bagian videonya, sedangkan video berkembang pesat pada masa itu. Mereka banyak yang beralih ke brand sony dan juga lumix. Mungkin hanya sebagian orang yang memang pure fotografer (seperti saya) atau yang memang sudah terlanjur invest banyak di ekosistem kamera tertentu yang bertahan. Pada tahun-tahun tersebut saya masih banyak mengerjakan project foto wedding, dan saya melihat banyak teman saya, terutama yang video berpindah ke Sony sedikit demi sedikit karena fiturnya yang sayapun juga mengakui lebih ramah untuk videografi, mulai dari autofocus yang sudah mulai bagus, fitur zebra, bodynya yang kecil sehingga ringan unutk dibawa run and gun, digital IS, crop mode, dan masih banyak lagi yang sayapun seringkali iri dengan fitur dari brand sony dan panasonic disaat saya sedang mengambil video. Ditahun 2015, sony mengeluarkan flagship killernya untuk videografer yaitu seri A7S2 yang memiliki performa video luar biasa, sayapun sangat terkejut dengan kualitasnya yang bisa merekam dengan sangat clean bahkan di ISO hingga puluhan ribu pun. Tentunya menjadi salah satu video kamera favorit untuk para videografer khususnya untuk liputan hingga sekarang di tahun 2020 ini. Ditahun 2017, Panasonic mengeluarkin lumix GH5 yang juga mengejutkan karena memiliki fitur perekaman 4K hingga 10 bit 4:2:2 internal yang tentunya hasilnya akan sangat bagus untuk digrading warnanya. Ditambah dengan bodynya yang compact, menjadi favorit terutama para youtuber, vlogger, dan independence filmmaker. Sedangkan untuk liputan-liputan acara sony masih merajai karena kemampuan lowlightnya (karena memiliki sensor full frame). Lompat ke tahun 2018. Perkembangan kamera mirrorless melaju dengan pesat. teknologi berkembang secara exponensial, perkembangan smartphone yang mengerikan, kualitas konten 4K mulai banyak dibutuhkan dan juga kebutuhan konten untuk media sosialpun semakin menggila. Camera Canon saat itu mengeluarkan kamera 5D mark iv sekitar akhir tahun 2016 untuk mengejar ketertinggalan dengan brand lainnya. Di awal kemunculan kamera ini, mulai saya melihat ada harapan kedepannya karena 5Div ini sudah merupakan hybrid antara kamera DSLR dan mirrorless. Cuma nasi sudah menjadi bubur juga, persaingan menjadi makin berat. Selain kamera smartphone yang sudah mumpuni (banyak kamera HP yang bisa mereka 4K pada saat itu). Dan juga brand lain seperti sony dan panasonic yang sudah lebih dulu memulai start, sehingga memiliki fan base yang juga sudah invest banyak ke ekosistem dari brand tersebut sehingga market share dari 5Div ini tidak seperti yang diharapkan (kecuali di kalangan fotografer, ini merupakan kamera yang fantastis).
Ditambah lagi pada tahun 2018an Sony mengeluarkan kamera A7 mark iii nya dan tidak jauh dari itu panasonic mengeluarkan seri flagship GH5 nya. Dan kedua kamera tersebut memiliki fitur yang tidak dimiliki oleh 5Div yaitu perekaman di mode 4K nya, dengan codec yang cenderung ringan tapi memiliki kualitas yang bagus. Pada waktu itu 5Div hanya bisa mereka 4K dengan crop mode, dan dengan codec MJPG nya, yang meskipun hasilnya sangat bagus, tetapi bitrate nya sangat tinggi yaitu 500mbps, jadi merekam 1 menit 4K pun membutuhkan kapasitas 4GB penyimpanan. Tentunya hal tersebut tidak bisa ditoleransi, terutama di kalangan videografer liputan, maupun vlogger karena terlalu berat, meskipun hasilnya bagus.
Sekarang kita masuk ke tahun 2020, canon mulai menyadari kalau mereka perlu mengejar ketertinggalan mereka dibanding brand-brand lainnya. Sebenarny di antara tahun-tahun tersebut, canon pun sudah mulai mencoba fitur-fiturnya di kamera level konsumernya, seperti seri 2 digic, seri 3 digic, dan juga seri M nya, mengapa? kalau menurut saya karena kamera2 kelas konsumer ini kurang mendapat sorotan media dan kalangan professional sehingga canon berani mencoba teknologi tersebut di kamera kevel konsumernya.
Barulah di tengah tahun 2020 ini canon akhirnya memberanikan diri untuk mengambil langkah berani yaitu dengan mengeluarkan kamera flagship level proumernya Canon R5 dan R6, dari yang 2 tahun sebelumnya canon sudah mulai mencoba di seri EOS R dan RP nya. Yang saya tangkap dari langkah yang dilakukan canon ini, yaitu canon tidak berani mengambil resiko dengan menyematkan teknologi baru mereka di kamera prosumernya langsung. Berbeda dengan langkah yang dilakukan oleh sony, yaitu mengeluarkan dulu, meskipun masih banyak kekurangan, sejalan dengan perkembangan jaman, mereka akan memperbaiki bug dan mengupdate teknologinya.
Maka dari itu pada kamera EOS R5 dan R6 ini menjadi salah satu step yang penting bagi Canon di dalam industri kamera kelas konsumer dan prosumernya (kelas prosumer biasanya palign sering disorot oleh media). Kalau saya melihat dari fiturnya akan sangat bisa bersaing hingga beberapa tahun kedepan, tapi ya balik lagi, apakah fitur ini mampu menarik perhatian (khususnya videografer) untuk kembali menggunakan canon sebagai kamera utama mereka? ditambah di tahun ini tentunya sony juga akan meng-update lini nya. Hanya waktu nanti yang bisa mementukan.
Di sisi lain saya sebagai pengguna canon sejak 11 tahun lalu cukup excited kedepannya dan jika memang ada rejeki mungkin saya akan mulai berpindah ke mirrorless juga karena RF mount adalah masa depan kamera canon, mereka sepertinya sudah menghentikan development di EF mount nya.
Beberapa video dibawah ini yang aku buat mungkin bisa dijadikan referensi juga :)
Comments